Dinamika Emosional di Album Perdana Amerta Bertajuk ‘Nodus Tollens’

Momen pertama kali saya melihat Amerta itu di tahun 2022. Kala itu mereka menjadi guest Seringai di Synchronize Festival. Di pertengahan penampilan Arian13 dkk, munculah Amerta yang masuk mengambil alih panggung. Mereka muncul dengan aura gelap, tatapan sang vokalis yang kosong, musik post-metal yang kental, ditambah sorotan tata cahaya yang didominasi dengan warna hijau, membuat penampilan band asal Jakarta ini menjadi dark, namun tetap gahar.

Selang 2 tahun, akhirnya band yang beranggotakan Raja Panggabean (gitar), Auliya Akbar (drum), Anida Bajumi (bass), Techa Aurellia (vokal), dan Lody Andrian (synthesizer), merilis debut albumnya bertajuk ‘Nodus Tollens’ pada 11 Oktober 2024. Dalam album ini, Amerta memasukan 10 lagu bermuatan post/sludge/power metal. Tiga diantaranya sudah sempat lebih dulu diperdengarkan ke publik. Dalam pengerjaan album ini, mereka melibatkan gitaris Seringai, Ricky Siahaan, sebagai produser, dan untuk artwork album, mereka melibatkan Ramzi Firhad, yang mana ia juga pernah menggarap cover ‘Dara Muda’ dan ‘Badai Pasti Berlalu’.

Official Artwotk ‘Nodus Tollens’

Di album ini, proses pendewasaan Amerta cukup terasa sekali. Sebagai band yang berbasis kolektif, mereka mampu berkompromi untuk tidak sekedar menunjukan skill bermusik belaka, tapi lebih mengedepankan rasa di tiap lagunya. Hal tersebut juga diamini oleh sang produser, Ricky Siahaan, yang mengungkapkan jika di album ini Amerta sangat eksploratif. 

 

“Saya merasa memiliki frekuensi musik yang cukup sama dengan mereka. Menjadi produser Amerta adalah tantangan yang menyenangkan karena pendiri band ini adalah musisi yang berakar dari musik ekstrem. Jadi mereka adalah musisi-musisi yang mumpuni dengan instrumennya, kemudian memutuskan untuk kini bereksplorasi dengan ‘rasa’ dibanding speed dan ketangkasan. Prosesnya jadi lebih musikal aja rasanya,” ungkap Ricky.

Source by Seringai

Di album ‘Nodus Tollens’, Amerta memadukan berbagai unsur dari genre post-metal, doom/sludge, hingga shoegaze dan indiepop. Mulai dari track awal hingga akhir, pendengarnya seperti diajak merasakan dinamika emosional yang melebur jadi satu. 

 

“Nama ‘Nodus Tollens’ diambil dari istilah yang menggambarkan momen ketika seseorang menyadari bahwa narasi hidupnya tidak lagi masuk akal. Sebuah kondisi yang seringkali kita alami di tengah dunia yang terus berubah, tidak bisa ditebak, dan penuh teka-teki. Melalui album ini, kami mengajak pendengar untuk menelusuri kegelisahan eksistensial, perenungan hidup, serta perjalanan batin dalam menghadapi chaos di dunia nyata”, ungkap Amerta dalam press release-nya.

 

Di debut albumnya ini, Amerta juga menyelipkan satu gubahan ulang dari karya legendaris yang berjudul “Kala Sang Surya Tenggelam”, yang sebelumnya dipopulerkan oleh mendiang Chrisye di albumnya bertajuk ‘Sabda Alam’ yang dirilis pada 1978. Lagu yang liriknya ditulis oleh Guruh Sukarno Putra ini juga sudah sempat dibawakan beberapa kali secara live, dalam konser Amerta. Karena mendapat apresiasi positif dari fans, akhirnya mereka merekamnya setelah mendapatkan lisensi resmi dari pemiliknya, Musica Studio.

 

Pemilihan dan proses penggubahan lagu “Kala Sang Surya Tenggelam”, terbilang tidak begitu sulit dan panjang. Dalam hal ini, Amerta hanya mengemas lagu tersebut sesuai karakter mereka saja. “Secara struktur lagu tidak banyak yang berubah karena sudah sangat indah dan gelap, sesuai dengan mood Amerta. Kami hanya memberikan sentuhan ‘Amerta’ di intro dan interlude. Kami benar-benar mengikuti struktur lagu aslinya. Yang saya lakukan sebagai gitaris adalah mencoba mengemulasi rasa dan mood yang ditampilkan lagu aslinya dengan cara Amerta” ungkap sang gitaris, Raja Panggabean.

 

Melalui debut albumnya ini, Amerta juga menyematkan harapan jika album ‘Nodus Tollens’ ini tak hanya bergaung di skena musik lokal, namun bisa menembus pangsa global. Dalam press release, Ricky juga menyebutkan  bahwa di Indonesia sepertinya masih sangat jarang band seperti Amerta, yang memiliki musik berspektrum luas seperti di ‘Nodus Tollens’. Album ini bukan menawarkan heavy metal yang konvensional. Nodus Tollens adalah karya band yang mahir menyeimbangkan antara melodi yang emotif, aransemen yang berpetualang, serta agresivitas. 

 

“Dalam dosis yang akurat hingga bisa memuaskan penggemar musik cadas khususnya post metal atau doom/sludge. Walau demikian, saya pikir di saat yang sama album ini cukup inklusif hingga bisa menggoda penggemar style seperti shoegaze, indiepop, bahkan mungkin goth,” ujar sang produser, Ricky Siahaan.

Photo by Ayughia/Amerta

“Nodus Tollens bukan sekadar album; ia adalah refleksi dari perjalanan hidup, gejolak batin, serta pergulatan antara harapan dan kegelapan yang dialami setiap individu. Dalam dunia yang penuh ketidakpastian, Amerta melalui ‘Nodus Tollens’ menghadirkan sebuah suara yang bising yang tak lekang oleh waktu”, tutup Amerta.

 

Penulis: The Agvs