Slowdive, Band Shoegaze Asal Reading yang Dikebiri Karirnya Oleh Media Inggris, dan Cerita Hampir Tampil di Indonesia

Di era 80 sampai 90-an, musik Shoegaze sempat populer di daratan Britania. Nah, ngomongin era awal Shoegaze, pasti gak bisa lepas dari yang namanya My Bloody Valentine, Cocteau Twins, Ride, Lush, dan tentunya Slowdive.

Pada awal kemunculanya, bisa dibilang Slowdive adalah band arus pinggir yang tergolong produktif. Sebelum vakum di tahun 1995, band yang dibentuk oleh Neil Halstead (gitar vokal), Rachel Goswell (gitar vokal), Christian Savill (gitar), Nick Chaplin (bass), dan Simon Scott (drum) ini, telah merilis 5 EP dan 3 LP hanya dalam kurun waktu 6 tahun sejak mereka terbentuk pada 1989 di Reading, Inggris.

Sumber foto: Ebet Roberts/Redferns

“Cikal bakal vakumnya Slowdive di tahun 1995”

Semua berawal ketika album mereka yang bertajuk ‘Souvlaki’ dan EP ‘Outside Your Room’, dirilis pada Mei 1993. Seorang jurnalis musik asal inggris bernama Dave Simpson sempat menulis review negatif tentang album tersebut, yang intinya mengatakan kalau album Slowdive nggak lebih dari sekedar sampah, dan ia nggak sudi untuk mendengarkannya lagi. Ditambah lagi, momen itu terjadi bersamaan dengan dirilisnya debut album populer Suede, yang menjadi penanda dimulainya era britpop kala itu, dan menarik perhatian industri musik mainstream di Inggris.

Sang drummer, Simon Scott sendiri juga mengakui, kalau liputan negatif yang mereka terima sangat mempengaruhi mental dia dan rekan-rekannya. Maklum saja, saat itu personel Slowdive juga masih berada di usia yang terbilang muda, dimana hal itu akhirnya juga secara nggak langsung mempengaruhi penulisan materi Slowdive setelahnya.

Nah, puncaknya di tahun 1995, setelah merilis album ke-3 bertajuk ‘Pygmalion’, drama akhirnya dimulai. Jadi di album ini, mereka mencoba bereksperimen dengan sedikit meninggalkan sound shoegaze dan mengubahnya ke arah ambient, yang kemudian membuat respon para pendengar Slowdive kala itu jadi agak kecewa. Di album itu juga drummer asli mereka yaitu Simon Scott, kemudian memutuskan untuk hengkang dan digantikan oleh Ian McCutcheon. Sialnya lagi, seminggu setelah album tersebut rilis, Slowdive justru ditinggalkan oleh label rekaman mereka, Creation Record, yang akhirnya membuat mereka memutuskan untuk vakum. 

Sumber foto: re-sound.co.uk

Setelah personel Slowdive melalang buana dengan project-nya masing-masing di era vakumnya, di tahun 2014 akhirnya Neil Halstead, Rachel Goswell, Christian Savill, Nick Chaplin, dan drummer lama mereka, Simon Scott memutuskan untuk reuni dan menghidupkan kembali Slowdive yang telah 19 tahun vakum.

 

Hal itu ditandai dengan rilisnya akun resmi Twitter dan Website Slowdive pada Januari 2014. Mulai dari situ lah, mereka langsung tancap gas untuk tampil di deretan festival musik ternama, macam Primavera Sound 2014 di Barcelona, dan jadwal tur dunia musim panas, termasuk tur Amerika Utara pada Oktober hingga November 2014.

Sumber foto: etsy.com

Slowdive yang mulai aktif lagi merilis album dan melakukan tur, akhirnya membawa mereka ke Laneway Festival, yang berlangsung di Singapura pada tahun 2018. Hal tersebut ternyata sempat memancing salah satu promotor musik di Indonesia untuk mengundang Slowdive untuk tampil di salah satu festival musik di indonesia. Tapi rencana itu harus pupus, karena satu hal. Apakah itu? dan festival mana yang mereka maksud? Tonton selengkapnya di Wavecvlt YouTube channel.

Penulis: The Agvs